Jumat, 08 April 2011

Film Rindu Purnama, Malangnya Purnama.



Dimuat majalah Garuda, edisi Februari.

Seorang anak jalanan terjepit pertarungan cinta antara gadis kaya dan guru miskin. Karya perdana Mathias Muchus sebagai sutradara.
Tema cinta dan keluarga dilebur dalam film Rindu Purnama buatan Mizan Productions ini. Plot pertama adalah saat Purnama, seorang anak jalanan, tertabrak mobil hingga menderita amnesia. Si empunya mobil bernama Surya, pengusaha gila kerja yang tampan dan jomblo. Bertolak dari kisah nahas itu, keduanya justru menjadi dekat: Surya merawat Purnama di rumahnya.

Drama dimulai saat Purnama tiba-tiba menghilang. Dalam pencarian, Surya berjumpa dengan Sarah, seorang guru bagi anak-anak jalanan. Pria tampan bertemu guru cantik dan baik hati. Dunia memang tidak adil. Mudah ditebak, keduanya kemudian jatuh cinta.
Lalu muncullah Monique, putri pemilik perusahaan tempat Surya bekerja, yang bukan kebetulan juga menaruh hati pada Surya. Terbakar cemburu, ia menggagas pembangunan proyek perumahan yang akan menggusur rumah singgah Purnama dan tempat Sarah mengajar. Surya pun terjepit dilema: mengikuti suara hati atau godaan uang.
Film yang skenarionya ditulis Ifa Isfansyah ini menarget penonton keluarga. Menjadikan anak jalanan sebagai tokoh film memang bukan fenomena baru. Kita tentu masih ingat film fenomenal Daun Di Atas Bantal karya Garin Nugroho atau yang terbaru Alangkah Lucunya Negeri Ini. Bahkan tahun ini juga ada film yang mengangkat anak jalanan berjudul Rumah Tanpa Jendela garapan Aditya Gumay.
Karakter Purnama dan teman-temannya yang di kehidupan nyata memang berstatus anak jalanan berhasil memikat simpati. Mereka menampilkan potret riil kejamnya ibukota di mana anak-anak telantar belum dipelihara oleh negara. Problem film justru dihadirkan oleh dua perempuan yang berseteru memikat Surya. Monique dan Sarah bagaikan karakter bawang merah dan bawang putih di sinetron. Walau sama-sama cantik, warna keduanya terlalu hitam-putih: Monique pengusaha muda yang rakus dan ambisius, sementara Sarah ibu guru cantik berjilbab yang berhati mulia.
Bumbu komedi dihadirkan oleh ”si kembar” Edwin-Djody yang berperan sebagai preman yang bertugas mengusir Purnama dan kawan-kawannya. Mereka mengingatkan kita pada sepasang bandit bodoh dalam film Home Alone.
Dari segi akting, selain Salma Paramitha yang mampu bermain sangat natural sebagai Purnama, Ririn Ekawati juga berhasil mencuri perhatian saat memerankan Sarah. ”Saya harus mengekspresikan kesedihan sekaligus ketegaran. Menangis, namun air mata tidak boleh menetes,” kata Ririn yang juga sempat bermain sebagai tokoh antagonis dalam sejumlah sinetron.
Film yang memakan waktu syuting tujuh hari ini sebagian besar mengambil lokasi di sekitar Jakarta. Sinematografi yang disajikan menawan, termasuk saat menampilkan kawasan kumuh. Dari segi penyutradaraan, walau telah hampir 30 tahun malang-melintang sebagai aktor, Mathias Muchus mengakui menemui kesulitan ketika harus menggarap film keluarga. “Film yang saya buat ini diperuntukkan bagi semua kalangan,” kata peraih Piala Citra melalui film Istana Kecantikan ini. ”Jadi saya harus menemukan kreasi-kreasi yang bisa diterima oleh semua orang. Dan itu bukan hal mudah.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar