Saya tertarik membeli DVD film ini lantaran dituliskan bahwa ini adalah sebuah omnibus,-satu film yang berisikan beperti Paris(dan NewYork) i'm in Love atau genre horor juga ada , yaitu 4bhia. saya suka nonton omnibus,karena sederhana saja,bisa menikmati beberapa cerita, dalam sebuah film.Seperti sebuah permen dengan aneka rasa.
Lovers discourse juga memiliki nilai lebih,karena inilah film omnibus buatan Hongkong yang pertama kali saya saksikan.Satu sisi,saya penasaran.Cerita apa saja yang bakal ada di dalamnya.Sisi lainnya, saya sudah menduga bahwa film yang mengangkat kisah cinta, ditangan sineas Asia,terlebih Hongkong, tidak akan semanis Hollywood atau seromantis eropa.Mohon maaf jika saya sepertinya terlalu mengakimi,berdasarkan pengalaman menonton saya yang belum banyak ini..
Lovers Diiscourse dibuka dengan sebuah hubungan pria-wanita,yang entah sepasang kekasih atau selingkuhan,-yang pasti digambarkan dengan sangat 'biasa', namun hangat dan penuh keriaan.Mereka bertemu ditengah keramaian,menghabiskan malam bersama, berakhir di sebuah taman. dengan keadaan teks yang 'datang dan pergi', saya mempu merasakan obrolan yang hangat, kekangenan yang sangat dan cukup buat saya untuk menyimpukan bahwa hubungan mereka sungguh penuh hasrat.Sesekali, interaksi diantara mereka mengingatkan saya pada film Before Sunrise, namun Lovers lebih terasa adanya 'chemistry' .Bisa jadi juga karena Eason dan Karena lam mampu memainkan dengan sangat baik.Walau sempat ada adegan cium yang kecil serta pegangan tangan, film ini tidak ingin mengakhiri dengan sebuah kesimpulan.
Sedanfkan cerita kedua, tampaknya sutradara Derek tsang lebih ingin bermain-main.Melalui sosok Kay tse, seorang wanita penjaga sebuah laundry kiloan yang tertarik pada pelanggan setianya, Eddie pang yang tentu saja tampan nan rupawan.Setiap kali Eddi datang, kay tampak sangat cuek,kikuk dan melayani sebagai sebuah rutinitas.padahal seusai itu, ia mengumpulkan setiap barang yang tertinggal disaku baju maupun celana,bahkan ia membayangkan menghabiskan waktu bersamanya.
Penggambaran imajinasi Kay, ditransfer dalam sebuah adegan imajinatif yang menampilkan sosok Eddi digantikan oleh boneka.Kay begitru ekspresif dan cerita serta menikamti setiap kebersamaan bersama eddi,eh..si boneka. Perhatikan adegan ketika Kay membentang selimut dan membayangkania tidur di selimut tersebut.manis,sekaligus menyedihkan.Karena kerikuhan dan keragan,kembali menghinggapi ketika di alam nyata mereka kembali bertemu
Cerita ketiga, ada twist yang menjadi tidak penting lantaran bagusnya permainan tokoh wanita,Kit Chan, yang berperan sebagai wanita separuh baya yang ditaksir oleh teman anaknya.Dengan tatapan mata,gerak tubuh yang sangat minim, penonton dapat menangkap pesan dan rasa yang ingin ditularkan.
Pada bagian ke tiga ini juga keterkaitan antara cerita Idan II serta III mulai ditampilkan.Persimpulan diantaranya tidak terasa 'maksa' harus berhubungan,namun cukup menarik dan beda dengan yang beberapa omnibus yang pernah saya saksikan.
Cerita keempat menghimpun semua cerita,sekaligus menyajikan cerita cinta yang manis sekaligus berbumbu balas dendam, cemburu dalam bentuk yang lain. oh ya...lagu penutupnya juga bagus banget.Dalam film yan g jauh dari hingar bingar serta penonjolan pada bahasa tubuh serta setting, keberadaan musik sungguh sangat menolang.
Lovers menyajikan kepada kita sebuah film yang bukan saja memuat beberapa cerita, tapi juga menyisipkan sejumlah rasa dalam satu kemasan.Kita tertawa,sekaligus tertegun, juga terkagum dengan kemampuan teknis akting,sinematography bahkan editingnya.Namun bukan berarti tanpa kelemahan.Beberapa motif dalam cerita,masih terasa janggal.Namun bisa dimaafkan,terlebih ini adalah karya pertama dari duet derek tsang dan chi man wan
selamat menyaiksikan...
Seperti Indiana Jones, Mas Boy juga perlu diregenerasi. Lewat film Catatan Harian Si Boy, Satrio siap menjadi idola baru remaja.
Berawal dari sandiwara radio, Catatan Si Boy adalah salah satu film remaja tersukses di Indonesia. Sebagai mahasiswa yang digambarkan beriman, baik hati, serta kaya raya, sosok Boy yang dimainkan Onky Alexander melesat jadi idola remaja saat itu. Walau harus diakui, tak semua orang menyukainya. Karakter Boy dianggap kelewat sempurna, sekaligus kontradiktif: anak muda yang rajin beribadah, namun di sisi yang lain gemar bergonta-ganti pacar dan dugem. Terlepas dari cacian, di tangan sutradara (alm.) Nasri Cheppy, Catatan Si Boy meraup sukses besar hingga sempat dibuat empat seri. Karya emas ini juga melambungkan sejumlah aktor dan aktrisnya jadi bintang, sebut saja Meriam Belina, Didi Petet, serta Dede Yusuf.
Setelah dua dekade, sutradara Putrama Tuta menggarap film bertajuk Catatan Harian Si Boy. Nama-nama lawas masih ditampilkan, seperti Didi Petet, Onky Alexander, dan Btari Karlinda, namun Tuta lebih memilih bintang belia sebagai tokoh sentral, seperti Ario Bayu dan Carissa Putri. Tujuan peracikan ini sederhana: melayani penonton senior yang kangen dengan tokoh-tokoh dari Catatan Si Boy, sekaligus menghibur penonton remaja yang lebih akrab dengan wajah-wajah seusia mereka.
Untuk urusan cerita, Catatan Harian Si Boy tidak bersandar pada sandiwara radio, melainkan sepenuhnya menggunakan naskah baru yang ditulis oleh duet Priesnanda Dwisatria dan Ilya Sigma. Cerita dimulai oleh Natasha yang diminta ibunya yang sedang sakit keras untuk menyerahkan sebuah buku harian kepada pemiliknya—Si Boy (Onky Alexander). Di tengah perjalanan, ia bertemu pembalap jalanan bernama Satrio. Tertarik pada Natasha, ia lalu membantunya mencari si pemilik buku harian. Namun, di tengah perjalanan, kisah cinta segitiga berkembang dan melibatkan laga kebut-kebutan di jalan raya. Film ini menampilkan drama cinta dengan tempo cepat, dialog penuh emosi, dan aksi jalanan yang seru.
Tuta mengatakan tokoh utama dalam film (Satrio) berbeda dari tokoh Boy di masa lalu. Ia memiliki jiwa pemberontak, sosok ”bad boy” yang saat ini lebih laris ketimbang pria parlente yang senantiasa tampil manis. Dan seperti Si Boy, ia menggemari mobil mewah, namun suara dan tampilannya lebih galak. Satrio diperankan oleh Ario Bayu yang sebelumnya bermain di Laskar Pelangi, Pintu Terlarang, dan Darah Garuda.
Dalam banyak aspek, keinginan Tuta melepaskan filmnya dari bayang-bayang Catatan Si Boy cukup berhasil. Ia mampu menciptakan sosok anak muda ideal dalam konteks kontemporer, di mana prestasi, kesetiaka-wanan, kesetiaan pada pasangan, dan wajah scruffy dipandang lebih penting. Dan Tuta juga sudah menegaskan Catatan Harian Si Boy bukanlah remake maupun sekuel dari Catatan Si Boy. ”Melalui buku diari milik Boy, saya ingin mengungkapkan betapa Satrio merupakan regenerasi dari Boy, namun dengan sentuhan yang berbeda,“ jelasnya