April, 21st 2011 | by Iwan Setiawan | 0
Pada 29–30 Maret lalu, Jakarta kedatangan 'tamu' dari Yogyakarta yang menggelar sebuah pentas Laskar Dagelan: From Jogja With Love lengkap dengan sejumlah kuliner khas Jogja, seperti gudeg, sate klathak, coklat roso, dan lainnya.
Selama dua hari, publik Jakarta diajak mengenal kembali Yogyakarta dengan cara yang menarik dan mengenyangkan. Pentas Laskar Dagelan: From Jogja With Love merupakan bagian dari serangkaian program rutin yang bakal di gelar Indonesia Kita. Apa itu Indonesia Kita dan apa saja aksi berikutnya? Butet Kertaredjasa, salah satu pentolan Indonesia Kita bicara.
Apa ide yang melatarbelakangi 'gerakan' Indonesia Kita? Bertolak dari keprihatinan adanya upaya dari berbagai pihak untuk menyeragamkan Indonesia. Ada upaya menggugurkan keyakinan bahwa pilihan untuk menjadi Indonesia yang majemuk adalah sebuah pilihan yang keliru. Saya meyakini, apa yang telah ditentukan oleh para pendiri bangsa ini bahwa Indonesia yg kita bangun adalah Indonesia yang senantiasa membuka diri dan selalu berdialog antar-entnik adalah sebuah kebenaran. Maka, saya mencoba mengajak khalayak untuk semakin meyakini bahwa kekayaan budaya kita yang majemuk itu sebuah berkah. Kita bisa menjadi Indonesia dengan kekuatan seni budaya.
Laskar Dagelan, sebagai proyek pertama, rasanya cukup berhasil. Apa masukan untuk pentas Indonesia Kita selanjutnya yang didapat dari Laskar Dagelan?
Kesuksesan itu melahirkan kekhawatiran, yaitu jangan sampai ada persepsi bahwa event Indonesia Kita harus lucu-lucuan seperti Laskar Dagelan. Khalayak bisa punya harapan mendapatan ger-geran aja. Jika ini yang terjadi, tujuan utama bisa meleset. Sebab, yang kami inginkan melalui Indonesia Kita adalah orang semakin bangga dan percaya diri sebagai orang Indonesia yang menjunjung pluralisme. Semakin percaya bahwa jalan kesenian merupakan juga bisa dijadikan ikhtiar untuk menjadi Indonesia yang sampai hari ini masih mencari bentuk.
Untuk Indonesia Kita edisi 27 dan 28 Mei mendatang, Beta Maluku, mungkin akan memperlihatkan bentuk yang lain. Bukan sebuah komedi. Tapi benar-benar pertunjukan musikal yang menghadirkan kekuatan vokal dan musik. Itu unggulan Maluku. Kami akan mengemas potensi luar biasa dari budaya Maluku secara apik, supaya tidak sekadar show ala 'Maluku Night'. Tetap harus ada pesan keiindonesiaan di dalam setiap penampilan Indonesia Kita.
Evaluasi lainnya adalah soal pengelolaan produk kulinernya. Kemarin kami benar-benar nggak menduga. Ternyata, respons masyarakat begitu luar biasa sehingga kami kelabakan melayani ribuan orang yang tiba-tiba menyerbu TIM. Tentu semua ini akan kami antisipasi dengan memberikan pelayanan yang lebih baik.
Apakah mengikutsertakan Hiphopdiningrat memang ada kesengajaan mendapat penonton yang lebih muda? Hiphopdiningrat adalah salah satu bukti adanya pergerakan kebudayaan di Jogja. Jogja bukan sebuah wilayah yang kebudayaannya stagnan, mandeg, dan kuno. Tapi sebuah entitas budaya yang terbuka dan selalu siap melakukan dialektika kebudayaan. Kami ingin kasih lihat kepada mereka yang apriori terhadap Jogja. Ini, lho, wajah kebudayaan Jogja hari ini, supaya mereka tidak lagi melihat Jogja secara keliru. Bahkan anak mudanya bisa hadir membahasakan dirinya secara kontemporer tanpa harus mengkhianati nilai-nilai tradisinya. Bukankah ini sebuah kekuatan lain untuk ‘menjadi Indonesia’? Keren, 'kan?
Muatan 'politis' dalam Lakar Dagelan cukup kental tentang keistimewaan Jogja. Apakah ini kesengajaan sebagai bentuk kritik pada pemerintah? Lebih tepatnya, kami sengaja kasih lihat kepada khalayak, termasuk orang "pusat", ini lho wajah kebudayaan Jogja yang dituduh monarki itu? Bahwa kami diam-diam telah mempraktikkan sebuah kehidupan demokrasi dalam kebudayaan tanpa harus diajari oleh juklak politik. Seperti kata Pak Daoed Joesoef, dalam konteks berdemokrasi di Jogja, "Jangan seperti mengajari ikan berenang." Tanpa ada kehidupan demokrasi yang sehat, bercanda ala Laskar Dagelan dan Hip Hop berbahasa Jawa itu pasti tak akan hidup.
Selanjutnya, apa rencana Indonesia Kita?Tahun ini, setelah Laskar Dagelan, masih ada lima event lagi yang kami garap. Bulan Mei mendatang akan tampil Beta Maluku. Lalu, seterusnya budaya Jawa Timur, Melayu, folklore dari berbagai wilayah, dan Kalimantan. Ini memang sebuah pilot project. Kalau berhasil akan kami teruskan tahun depan dengan mengangkat wilayah-wilayah kebudayaan lain.
Kenapa Maluku? Cuma masalah jadwal saja. Nanti semua wilayah akan kami sapa, sejauh masyarakat budaya setempat berada dalam visi yang sama dengan kami. Kesediaan membuka diri dan berdialog, serta meyakini bahwa "menjadi Indonesia" yang majemuk adalah impian bersama, pastilah dimungkinkan lahirnya kerja sama yang indah.
Anda sendiri, masih akan terus aktif bermonolog, 'kan?Tahun ini, saya masih ingin mengelilingkan monolog Kucing ke beberapa kota. Bulan April dan Mei ini kami akan tur ke Kudus, Salatiga, Semarang, Solo, Pekalongan, Tegal, dan Purwokerto. Dilanjutkan, bulan September dan Oktober ke beberapa kota di Sumatra. Selain itu, saya juga disibukkan dengan kegiatan Yayasan Bagong Kussudiardja, melakukan workshop kreativitas berbasis seni untuk kalangan non-sen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar